Translate

Senin, 10 Desember 2012

belajar nulis cerpen :)


Disebuah sudut perkampungan yang terletak di daerah Surabaya, hiduplah sebuah keluarga kecil nan sederhana. Keluarga tersebut adalah keluarga Bapak Mulyadi. Keluarga ini terdiri dari bapak Mulyadi yang bertindak sebagai kepala keluarga, sedangkan istrinya bernama BU Wati dan 2 orang anaknya yaitu Galih, dan Wulan. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar dan sangat sederhana. Mereka hidup dalam kesederhanan dan kadang kala mereka merasa kurang dalam memenuhi kehidupan sehari – hari.
Di suatu sore yang sangat cerah, Pak Mulyadi tiba dari tempat kerjanya. Yah, tempat dinas pak Mulyadi adalah disebuah lahan parkir di daerah pertokoan yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sesampai dirumah beliau langsung melepas bajunya karena cuaca hari ini sangat terik dan beliau duduk di lantai. Memang tidak ada satupun kursi didalam rumah Pak Mulyadi sehingga lantai rumah kontrakan itulah yang menjadi sofa teristimewa bagi keluarganya.
Tidak lama Pak Mulyadi menunggu, tiba – tiba Galih membawakan segelas teh manis dan singkong rebus buatan Bu Wati. Kemudian galih pun duduk bersebelahan dengan Pak Mulyadi. Dan Galih pun memulai perbincangannya dengan Pak Mulyadi. Galih ingin meminta uang kepada ayahnya untuk membeli buku soal – soal UNAS. Ya, saat itu memang Galih sedang duduk dibangku kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan melaksanakan UNAS.
“ Pak, panjenengan nopo sampun nggadah arto ? “ ucap Galih yang saat itu sedang duduk di bangku kelas 3 SMA di salah satu sekolah SMA Negeri di Surabaya.
“  Arep digawe opo maneh toh leh ? “ jawab pak Mulyadi.
“ Niki loh Pak, kulo badhe tumbas buku soal – soal damel persiapan UNAS “ tambah Galih.
Kemudian terdengar suara Bu Wati dari luar rumah petak.
“  Oalah leh – leh, bapakmu iki penghasilanne pas-pasan tapi awakmu kok njaluk seng aneh-aneh barang, wes gak usah tuku leh. Nyelang ae marang koncomu “ sahut Bu Wati.
“  Iyo leh, mengko bapak tak ngusahake golek duit seng akeh ben isok di gawe tumbas buku, lah sampean buk sakjane iku yo ojok nggunu iki kabeh kan demi Galih pisan mosok sampean pingin nasibe arek – arek susah podo karo wong tuone ? “ tutur pak Mulyadi.
“  Matur nuwun nggeh pak, Galih janji mboten nyia-nyiake pengorbanan ibuk kaliyan bapak “ jawab galih dengan sedikit perasaan gembira.
“  Tapi pak, wong didamel mangan ae susah kok arep tumbas buku barang regane kan nggeh mboten murah toh ? “ jawab Bu Wati dengan sedikit tidak rela.
“ Sampun buk masalah tuku buku iku urusane bapak, ibuk seng akeh dungane ae ben rezekine bapak akeh. Wes saiki kabeh ndang pada mangkat nang musholla dhisik wes adzan magrib ikuloh ? jelas pak Mulyadi.
“ Inggih Pak “ sahut anak – anak Pak Mulyadi.
Anak – anak Pak Mulyadi pun berangkat ke musallah, memang sejak kecil Pak Mulyadi mengajarkan kepada anak-anaknya untuk rajin pergi ke musallah untuk melaksanakan sholat 5 waktu.
Setelah ba’da magrib Pak Mulyadi sedang duduk di depan rumah kontrakan sambil melamun memikirkan tentang permintaan Galih tadi sore. Pak Mulyadi sadar jika penghasilannya saja pas – pasan dibuat makan saja kadang kekurangan belum lagi biaya sewa rumah dan juga kebutuhan sehari – hari.
Tapi beliau tidak mau kelihatan susah dihadapan anak-anaknya. Beliau akan terus bekerja keras demi keluarganya terutama anak – anaknya karena beliau tidak mau mau jika nasib anak-anaknya sama dengan bapaknya yang bekerja hanya sebagai juru parkir. Pokoknya segala cara beliau lakukan demi kebahagiaan anak-anaknya yang penting semuanya itu halal.
“ Pokoke meneh budhal isuk – isuk ben rejekiku gak dipatok pitik. Pokok.e meneh kudu kerja keras ben entuk rejeki seng akeh. Ben isok nyenengno bocah-bocah” guman Pak Mulyadi dalam hati.
“ Pak.e mikir nopo toh ? ayo dhahar riyen ! kok malah ngelamun wae mengken kesambet loh “ kata Bu Wati.
“ Inggih buk J “ jawab Pak Mulyadi.
Keesokan harinya Pak Mulyadi pergi ketempat dinasnya pagi – pagi sekali. Beliau sangat begitu bersemangat untuk pagi ini. Karena beliau mempunyai suatu tujuan untuk membahagiakan keluarganya. Mencetak anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang sholeh dan sholihah dan kelak menjadi anak yang sukses dan hidup bahagia tidak seperti kedua orang tuanya yang harus membanting tulang demi mendapatkan sepiring nasi.
Hari ini pertokoan tempat dinas Pak Mulyadi sangat ramai mungkin ini Karena bertempatan dengan tanggal muda. Yah biasanya kalo tanggal muda gini banyak orang – orang berbelanja memenuhi kebutuhan sehari – harinya. Berbeda dengan keluarga Pak Mulyadi tidak ada pernah ada kamus tentang tanggal muda, setiap hari, setiap bulan , sampai berganti tahun yang ada hanyalah tanggal yang biasa – biasa saja. Maklum Pak Mulyadi bukanlah pegawai swasta apalagi pegawai kantor yang bisa menikmati istilah tanggal muda. Meskipun begini beliau selalu bersyukur meski kehidupan keluarganya serba pas-pasan tapi keluarganya masih dapat hidup rukun dan selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Karena pertokoan tempat dinas Pak Mulyadi sedang ramai alhasil rejeki yang didapat Pak Mulyadi tidak seperti hari biasanya, tetapi masih terdapat lebihan uang yang bisa digunakan untuk membeli buku Galih dan memberi tambahan uang saku kepada Wulan.
Eitss, jangan pernah berfikiran kalo uang sakunya ditambah berarti uang saku Wulan jadi tambah banyak. Wulan tidak mendapat uang saku seperti kita yang setiap hari mendapat uang saku dari orang tua kita. Tapi mereka mendapat uang saku jika ada uang lebihan dari hasil kerja bapaknya.
Jadi kalian harus bersyukur kalo kalian jauh lebih beruntung dari Galih dan Wulan. Jadi uang sakunya jangan dihabiskan buat jajan aja, tapi sisihkanlah untuk berbagi kepada sesama yang jauh lebih membutuhkan kalo gak mau ya ditabung sajalah untuk bekal masa depan. Pokoknya manfaatkan uang sakumu sebaik – baiknya terlebih lagi untuk hal – hal yang penting dan bermanfaat J. Ingatlah kalo uang saku tersebut adalah hasil kucuran keringat kedua orang tuamu atau mungkin kucuran dari keringatmu sendiri.
Setelah bekerja seharian akhirnya Pak Mulyadi pulang ke rumahnya dan disana Galih sudah menunggu bapaknya mungkin karena dia hendak menanyakan uang untuk membeli buku. Belum sampai masuk rumah Galih pun bertanya kepada bapaknya tentang permintaannya tadi malam.
“ Pak, pripun gawene niku wau ? angsal rejeki katah nopo mboten ? “ Tanya Galih dengan penuh rasa ingin tau.
“ Alhamdulillah leh dino iki rejekine bapak lancar, onok lebihan duit kanggo mbayar buku ambek jajane adikmu “ jawab pak Mulyadi.
“ Alhamdulillah, matur nuwun nggeh pak “ jawab Galih dengan perasaan gembira.
Semua rejeki datangnya dari Allah SWT, memang terkadang kita tidak pernah menyadari datangnya suatu rejeki. Semua rejeki sudah diatur oleh-Nya tugas kita hanyalah berusaha, berdo’a, bersyukur dan selau berbuat baik kepada sesama untuk mendapatkan rejeki tersebut.
Taukah kamu sebuah kata bijak mengatakan “ Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan pula induk segala kebajikan yang lain. – Cicero “
Jika kita mampu mensyukuri atas apa yang kita dapatkan, maka Allah akan menambah nikmat tersebut. Pak Mulyadi adalah seorang juru parkir yang dia sendiri menyadari betapa payah hidupnya untuk menafkahi keluarganya tapi beliau tidak pernah mengeluh tapi beliau malah bersyukur atas apa yang beliau terima. Beliau selalu memberikan yang terbaik kepada keluarganya terutama kepada kedua anaknya.
Keesokan paginya Galih pun membeli buku yang dia inginkan. Galih adalah pelajar yang selalu berusaha belajar dengan keras. Dia ingin membuktikan jika dia mampu menjadi yang lebih baik jauh lebih baik dari kedua orangtuanya. Galih ingin menjadi seorang siswa yang mempunyai nilai UNAS terbaik tingkat nasional oleh sebab itu dia selalu belajar dengan rajin dan sungguh - sungguh serta tidak pernah lupa untuk berdo’a. Dia tidak pernah menjadikan kekurangan keluarganya sebagai alasan untuk bermalas-malasan tapi dia malah terus berpacu untuk meraih semua impiannya. Galih adalah seorang anak juru parkir yang memiliki sebuah cita – cita untuk menjadi seorang penulis yang hebat. Yah, dia memang sangat jago dengan hal – hal yang berhubungan dengan kata – kata Tu bahasa. Galih sangat berminat dengan jurusan sastra oleh sebab itu dia ingin sekali melanjutkan kuliah jurusan sastra jika dia sudah lulus SMA.
Tidak hanya Galih saja yang memiliki cita – cita yang tinggi tapi Pak Mulyadi juga memiliki sebuah cita – cita mulia. Beliau menginginkan jika anak-anaknya kelak bisa menjadi seorang sarjana. Tapi pemikiran Pak Mulyadi tidak pernah mendapatkan dukungan dari Bu Wati.
“ Buk, aku pingin sesok arek-arek isok dadi sarjana kabeh “. Guman Pak Mulyadi.
“ walah pak – pak, sampean niku kok mesti aneh-aneh. Sampean ikuloh pun dirasani tiyang-tiyang. Wong mek juru parkir uripe susah pisan kok ngimpi seng muluk-muluk” umpat Bu Wati.
“ opo seh buk, sampean kok mesti ngereken omongane wong – wong. Mbok yo.oh sampean iku percaya karo bapak. Arek- arek iku pinter pasti lak kuliah jalarane seng nulung iku akeh buk. Gusti Allah iku gak turu pasti Gusti Allah iku nulung awak dewe pokok.e awak dewe iki tugase mung berusaha karo ndungo tok” jawab pak Mulyadi.
“ ealah, pak – pak sembarang wes mesti yen ibuk seng ngomong gak tau di gateakke ” jawab Bu Wati dengan kesal.
Meraih sebuah cita – cita dan impian bukanlah hal yang mudah melainkan butuh sebuah proses yang begitu panjang. Adakalanya jalan yang kita lalui tidak semulus yang kita inginkan terkadang terdapat kerikil kecil serta jalan licin. Hambatan tidak hanya berasal dari orang lain tetapi hambatan dan tantangan yang besar adalah bersumber dari diri kita sendiri. Berusaha seperti filosofi sebuah BOLA PINGPONG “ semakin di tekan maka dia akan meloncat lebih tinggi ‘. Begitu dengan setiap hambatan dan tantangan yang kita dapatkan semakin kita mendapat cacian, ataupun tidak mendapat dukungan dari sekitar kita. Kamu teruslah berusaha dan tunjukan jika kamu mampu meraih semua itu meskipun tidak ada seorang pun yang mau mengakui jika kamu mempunyai suatu kemampuan.
Seorang yang mengalami tantangan dan hambatan pasti akan melewati 2 fase antara SUKSES atau GAGAL. Jika kau mengalami kegagalan jangan pernah berhenti pada titik kegagaalan tapi teruslah maju untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Taukah kamu, orang yang ada di dunia ini mendapatkan suatu kesuksesan tidak hanya melewati satu kali kegagalan melainkan berkali-kali bakan beribu-ribu kegagalan. Toh, bukankah KESUKSESAN itu adalah HAK SEMUA ORANG. Tanpa harus memandang gender, ras , suku bangsa, ataupun agama.
Dan ketika disuatu malam yang bisa dibilang sih begitu sunyi , maklumlah habis turun hujan. Keluarga Pak Mulyadi ini sedang makan malam setelah selesai kemudian mereka berkumpul bersama. Tiba – tiba Wulan menangis. Ternyata dia menangis karena dia malu kepada teman – teman sekolahnya. Tiap hari dia diejek dan dihina. Hanya satu orang saja yang mau berteman dengan dia. Dia menangis karena dia malu hanya seorang anak juru parkir.
Tidak sepantasnya seorang anak merasa malu dengan pekerjaan orang tuanya seharusnya seorang anak harus bangga selagi pekerjaan itu halal dan bermanfaat bagi sesama khususnya untuk keluarganya.  
“ Pak, njenengan niku nopo.oh kok nyambut damel dados tukang parkir ? “ Tanya wulan.
“ Bapak iku wes sepuh nduk, golek pengawean nang Surabaya iku ya ora gampang opo maneh bapakmu iki mung tamatan SD. Onok opo toh nduk ? “ Heran Pak Mulyadi
“ Kulo iku isin pak kale arek – arek, yen ten sekolah kulo niku mboten nggadah rencang gara – gara kulo anak.e tukang parkir uripe susah pisan “ ujar Wulan dengan lancang.
“ Ya Allah nduk-nduk kowe isin tah karo bapakmu ? bapak iku gak nyolong nduk. Bapak iki kerjo halal ben isuk moleh sore dadi tukang parkir iku ya digawe sampean karo keluarga. “ jawab Pak Mulyadi dengan sedikit perasaan kecewa.
“ Dek sampean iku gak oleh nggunu iku, sek untung bapak iku dadi tukang parkir. Piye yen ora kerjo. Bakalan mangan opo awak dewe ? yen nyawang iku ojok ndukur ae dek tapi nyawang seng nang nisore awak dewe ben sampean isok bersyukur maring Gusti Allah “ sahut Galih. 
 “ Masio bapakmu iku ora pinter tapi bapak iki pingin nduk anak – anak.e pinter ben uripe ora susah koyok bapak. Bapak njaluk sepura yen selama iki bapak during isok gawe keluarga iki seneng “ jawab Pak Mulyadi dengan penuh rendah hati.
“ Sampun pak pun mboten usah diterusaken “. Sahut Bu Wati.
Setelah percakapan itu suasana rumah mendadaak berubah menjadi hening tidak ada satu anggota keluargapun yang berbicara semuanya diam. Semuanya beraktifitas sendiri – sendiri dan hari telah larut malam akhirnya keluarga Pak Mulyadi terlelap dalam dunia mimpi mereka.
Sang fajar pun telah terbit menghangatkan dunia pagi ini. seperti biasa Pak Mulyadi berangkat ke tempat dinasnya, Galih dan Wulan berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sedangkan Bu Wati mengurusi rumah tangganya dan kadang – kadang Bu Wati mengambil cucian orang – orang disekitar tempat tinggalnya. Bu wati memang seorang buruh cuci meskipun penghasilannya tidak seberapa tapi penghasil beliau sedikit membantu suaminya untuk kelangsungan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Ketika di lahan parkir tidak seperti biasanya Pak Mulyadi berdiam diri seperti ada sesuatu yang sedang beliau fikirkan. Mungkin saja beliau sedang memikirkan perkataan Wulan tadi malam. Tiba – tiba teman seprofesi Pak Mulyadi menghampiri beliau dengan sedikit mengagetkan pak Mulyadi.
“ Pak, lagi mikir nopo ? tumben kok ngelamun “ Tanya teman Pak Mulyadi.
“ Iki loh pak aku iki bingung mari iki unggah-unggahan kelas. Galih wayah.e lulus. Aku pingin yen Galih tetep kuliah tapi saiki aku bingung isok entuk biaya soko ngendi. Kuliah kan yo ora murah. “ curhat Pak Mulyadi.
“ Oalah pak – pak sampean iku kok soro-soro wong cilik koyok awak dewe iku ora pantes kuliah mending mari lulus SMA galih iku ngolek kerjoan ben isok ngurangi bebane sampean. Lak Galih kuliah uripe sampean tambah susah ! “ terang teman Pak Mulyadi.
“ Hmm, ora isok ngunu pak. Pokok.e Galih kudu kuliah. Piye carane pokok.e kudu dadi sarjana lan dadi wong seng sukses gak koyok bapak mung dadi tukang parkir. “ jawab Pak Mulyadi dengan tegas.
“ Ealah pak, sak karep.e sampean wong cilik kok ngimpi dukur – dukur lak ceblok loro loh pak”  jawab teman pak Mulyadi sambil meninggalkan pak Mulyadi sendiri.
Pak Mulyadi tidak habis fikir kenapa semua orang tidak mendukung kemauan beliau termasuk istrinya sendiri. Tapi semua ini tidak menyurutkan niat Pak Mulyadi untuk menyekolahkan anak – anaknya hingga menjadi seorang sarjana meskipun harus mengeluarkan biaya dari hasil menjadi juru parkir. Beliau semakin yakin bahwa semakin banyak orang yang menentang beliau maka keberhasilan itu semakin dekat dengan genggamannya. Dan beliau ingin membuktikan jika anak juru parkir pun berhak menjadi sarjana dan meraih sebuah KESUKSESAN.
Melihat detik – detik menjelang UNAS sudah didepan mata dan kelulusan Galih sudah semakin dekat. Pak Mulyadi terus bekerja keras mengumpulkan biaya untuk bekal Galih masuk universitas dan biaya sekolah Wulan. Beliau bekerja dari pagi hingga sore kemudian pulang dan setelah magrib balik lagi ke tempat dinasnya. Semua itu beliau lakukan setiap hari beliau melakukannya dengan ikhlas dan demi kebaikan anak – anaknya dan keluarga serta masa depan yang cerah. Tidak lupa juga beliau selalu beribadah kepada Allah misalnya melaksanakan sholat tahajjud setiap malam. Beliau yakin jika usahanya ini akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan apa yang beliau impikan.
Seperti sebuah pepatah mengatakan : Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan. Jadi jangan jadikan tantangan itu sebagai sebuah hambatan tapi lihatlah bahwa tantangan itu adalah sebuah jembatan untuk meraih sebuah kesuksesan.
Tidak hanya Pak Mulyadi saja yang bekerja keras untuk meraih impiannya tetapi anaknya Galih juga belajar ekstra keras untuk memdapatkan hasil UNAS yang baik. Di setiap langkahnya dia selalu membayangkan kucuran keringat yang menetes dari tubuh bapaknya. Betapa besar pengorbanan kedua orangtuanya. Dia ingin menjadi lulusan terbaik disekolahnya dan dapat melanjutkan studinya. Meski didalam benaknya masih terbesit sebuah keraguan apakah dia bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Sampai sekarang dia belum berani mengutarakan pendapatnya kepada orangtuanya karena dia sadar jika keluarganya bukanlah orang yang berada. Tetapi dia melakukan semua ini demi kebahagiaan orang tuanya juga. Tanpa dia sadari ternyata ayahnya juga menginginkan jika Galih dan Wulan bisa menlanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
Hingga di suatu malam, ketika selesai makan. Galih mengutarakan keinginananya dengan sedikit ragu – ragu dan perasan takut. Tetapi bagi Galih ini harus segera dia sampaikan kepada keluarganya.
“ Pak – buk, kulo badhe ngendikan yen mengken sak sampunipun kulo lulus SMA kulo pingin nerusaken kuliah. Kinten – kinten angsal nopo mboten ? “ Tanya Galih ragu – ragu.
“ Loh leh iku apik, iyo pokok.e awakmu kudu lanjut kuliah. Masalah biaya iku bapak seng ngurus “ jawab Pak Mulyadi dengan penuh percaya diri.
“ Hmm, sak niki ngomong gampang pak. Tambah suwe urip iku tambah susah. Tambah angel nggolek pangan. Wes leh gak usah kuliah mending kerja ngewangi bapakmu “ sahut Bu Wati.
“ Gak buk, pokok.e bapak ora setuju. Galih kudu kuliah masio sesuk yen wayah.e Wulan, de.eh yo kudu kuliah. “
“ Wes sak karepe sampean pak. Pokok.e lak susah ibuk mboten nderek-nderek”.
Akhirnya keinginan Galih pun disetujui oleh orangtuanya, meskipun ibunya sedikit keberatan. Tapi itu tidak menjadi sebuah masalah. Dan seminggu lagi UNAS akan dilaksanakan hari – hari Galih diisi dengan belajar dan beribadah memohon kelancaran dan mendapatkan hasil yang terbaik.
Beberapa bulan kemudian ….
UNAS pun telah berhasil Galih lalui dengan lancar dan tanpa hambatan. Dia hampir tidak menemukan kesulitan didalam mengerjakan soal – soal UNAS. Dia percaya semua kelancaran ini berkat do’a orangtuanya dan kerja keras dari dirinya dan semua ini tidak akan terjadi tanpa adanya izin dari Yang Maha Kuasa. Pengumuman hasil UNAS pun telah tiba dan Galih merupakan peraih nilai UNAS tertinggi di sekolahnya. Kedua orangtuanya pun bangga dan menangis bahagia, Mereka tidak menyangka jika Galih mendapat nilai tertinggi.
“ Leh selamat ya, sampean iku pancen jagoane bapak ‘ kata pak mulyadi dengan penuh bahagia.
“ Inggih pak, matur nuwun niki kan nggeh berkat dunganipun bapak kaliyan ibuk “ jawab Galih.
“ Iyo leh, ibuk bangga karo sampean “ kata Bu Wati penuh haru.
Berkat kerja kerasnya Galih mendapatkan uang tabungan dari sekolahnya. Uang ini sangat bermanfaat bagi Galih untuk tambahan biaya masuk perguruan tinggi. Beberapa bulan setelah pengumuman kelulusan, pendaftaran SNMPTN pun dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia. Galih pun mengikuti tes di salah satu Perguruan Tinggi Negeri ternama di Surabaya atas kemauannya dan dorongan dari ayahnya. Galih mengambil jurusan S1 Sastra Bahasa Indonesia sesuai dengan minat dan bakatnya.
Memang ya ! yang nama kerja keras, usaha dan do’a itu memang tak bisa terkalahkan. Buktinya Galih di terima menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri tersebut. Dan betul seperti yang dijanjikan ayahnya masalah uang tidaklah menjadi sebuah hambatan. Taukah anda dengan pepatah : Setiap ada kemauan disitu pasti ada jalan. Entah dari mana biaya tersebut setiap Galih bertanya pada bapaknya selau beliau tidak menjawab. Kamu tidak perlu tau ini urusan bapak, yang penting sekarang urusanmu hanya belajar yang benar dan sungguh - sungguh. Dan jangan pernah menyia – nyiakan perjuangan orang tuamu.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Keluarga Pak Mulyadi tetaplah keluarga yang hidup dalam kesederhanaan. Pak Mulyadi tetaplah seorang juru parkir. Biaya kuliah Galih berasal dari hasil dia mengajar di bimbingan dan hasil keringat kedua orangtuanya. Sekarang Galih telah menyelesaikan S1-nya dan dia telah membuat Pak Mulyadi dan keluarganya menjadi bangga dan dia mampu menunjukan jika anak juru parkir juga bisa menjadi seorang sarjana semua itu tergantung niat dan kemauan orang tersebut.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Pak Mario Teguh : Kita semua ini adalah orang orang yang memiliki kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana kita mengoptimalkan potensi kelebihan kita dan meminimalkan kekurangan kita.
Sekarang Galih telah menjadi seorang penulis yang hebat. Dia telah merubah kehidupan keluarganya sekarang keluarganya telah hidup berkecukupan, tapi hal ini tidak menjadikan Pak Mulyadi berfikir untuk pensiun sebagai juru parkir. Beliau menganggap jika menjadi juru parkir sudah menjadi bagian dalam hidupnya. 
Di dalam benak Pak Mulyadi beliau selalu berfikir bahwa setiap pekerjaan adalah suatu hal yang berkaitan dengan ibadah. Apapun pekerjaan kita dedikasikan semuanya untuk untuk beribadah dan untuk berbuat baik kepada orang lain terutama untuk diri kita dan keluarga kita. Bekerja adalah suatu perintah dari nabi. Sehingga beliau sulit untuk melepas “ juru parkirnya “ tersebut. Karena bagi beliau pekerjaan ini telah berjasa kepada keluarganya.
Disuatu hari Galih melaunching bukunya di sebuah mall yang cukup ternama. Disitu tampak hadir keluarganya yaitu Pak Mulyadi , Bu Wati dan Wulan. Wulan yang saat itu menjadi salah satu mahasiswi jurusan psikologi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya. Acara ini juga dihadiri beberapa wartawan dan para penggemarnya.
Disela – sela acara terdapat sesi tanya jawab kemudian beberapa wartawan mengajukan pertanyaan :
“ Mas Galih siapakah orang yang telah menginspirasi Anda hingga menjadi seperti ini ? “ Tanya wartawan.
“ Yang telah menjadi inspirasi saya adalah bapak dan ibu saya beliaulah yang selalu menberi semangat dan do’a untuk saya. Dan orang – orang yang telah memandang sebelah mata mimpi saya dan bapak saya. “ jawab Galih.
“ Mas Galih gimana sih ceritanya kok sampai mas Galih bisa seperti ini ? “
“ ceritanya sangat panjang mas kalo di certain bakalan kelar 1 minggu lagi nih J. Pasti kan didalam menitih sebuah mimpi ataupun karir selalu ada yang namanya suka duka, hambatan ataupun tantangan. Dan cuma ada 2 pilihan untuk kita antara SUKSES dan GAGAL. Saya hanya berfikir : Jangan pernah takut pada  kegagalan, terkadang kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Kita hanya perlu sedikit bersabar, dan mencobanya kembali. Dengan begitu saya tidak pernah takut untuk mengalami sebuah kegagalan karena setelah gagal pasti ada yang namanya sukses ! “ terang Galih.
“ Mas Galih kalo boleh tau apa pekerjaan orangtua Anda ? “.
“ Ibu saya adalah buruh cuci, sedangkan Bapak saya hanya juru parkir “.
Ketika mendengar kata – kata “ hanya “ raut wajah Pak Mulyadi mendadak berubah. Beliau merasa jika sekarang pekerjaannya tidak bernilai dihadapan Galih. Padahal juru parkir juga mempunyai andil untuk kesuksesannya.
“ Tuh kan pak, bapak dengar sendiri toh ? sekarang dia lupa dengan pengorbanan bapak yang dari pagi sampai malam banting tulang buat dia. Eh, sekarang memandang sebelah mata. Ibu ndak nyangka ! “ ucap Bu Wati yang sedikit jengkel.
“ Sudah buk, Bapak tidak terlalu memikirkan hal itu yang terpenting buat bapak adalah memberikan yang terbaik buat keluarga bapak. Mungkin dia tidak sadar mengatakan hal itu. Sebernarnya dia anak yang baik kok buk. “ jawab Pak Mulyadi dengan sabar.
Pak Mulyadi adalah sesosok orang yang selalu berbuat baik dan memberikan yang terbaik tetapi beliau tidak pernah menginginkan sebuah pengakuan. Hal yang sebetulnya dapat dijadikan sebuah contoh yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Seperti kata – kata orang bijak “ Jangan pernah bertanya apa yang telah orang lain berikan kepadamu, tapi bertanyalah apa yang telah kamu berikan kepada orang lain “ berbuat baiklah dengan penuh ketulusan dan ikhlas sehingga kamu dapat mendapatkan manfaatnya.
Setelah acara launching selesai tiba – tiba Wulan langsung menghampiri Galih. Dengan raut wajah kecewa dan ingin marah.
“ Aku kecewa sama mas, kasian bapak mas. Kamu dulu nasihatin aku apa? sekarang mas yang kayak gitu “ pergi meninggalkan Galih.
Pak Mulyadi, Bu wati dan Wulan pun pulang ke rumah duluan. Sesampai di rumah Pak Mulayadi pun mengambil baju dinasnya dan pergi ke pertokoan tempat Pak Mulyadi dinas dengan tujua untuk menghibur dirinya.
Berbeda dengan Galih dia masih tampak kebingungan dengan yang dikatakan adiknya tadi. Dia terus berfikir kesalahan apa yang telah dia lakukan hingga adeknya begitu marah kepadanya. Dia pun pulang ke rumah dan kali ini dia melewati pertokoan tempat bapaknya bekerja. Tiba – tiba terdengar suara rem mobil begitu keras.
Citttttt,,,, ternyata itu suara mobil yang hampir menabrak 2 orang penyebrang. Kemudian Galih turun untuk melihatnya. Alhasil ternyata salah satu korbannya adalah bapaknya. Pak Mulyadi tidak luka sedikit pun tapi beliau malah mengambili uang koin hasil bekerja yang tercecer dijalan raya. Kemudian Galih menghampiri bapaknya sambil memegang tangan Bapaknya.
“ Pak, sudah biarkan tidak usah dipungutin. Liat itu tadi bapak sudah hampir tertabrak. Mulai besok bapak mending berhenti jadi juru parkir. Penghasilan Galih masih cukup pak buat biaya hidup keluarga kita “ ucap Galih dengan tegas.
“ Galih, meskipun sekarang kamu sudah hidup berkecukupan tapi uang koin ini sangat berharga buat keluarga kita. Kamu ingat ? koin ini yang membuatmu seperti ini. Jangan pernah meremehkan koin ini nak. Jangan sampai kesuksesanmu ini membuatmu lupa akan asalmu nak “ jawab Pak Mulyadi
Tiba – tiba Galih sadar dengan kata – kata Wulan tadi. Mungkin ini yang membuat adiknya marah kepadanya..
“ Maafkan Galih pak, Galih sudah terlena dengan semua ini. Galih minta maaf dengan perkataan Galih ketika acara launching tadi, saya sudah memandang perjuangan bapak sebelah mata. Galih khilaf pak “ ucap Galih dengan penuh penyesalan.
“ Iya nak, bapak paham betul dengan kamu. Pasti kamu tidak akan melakukan hal seperti itu “
Sejak kejadian ini Galih selalu menjawab dengan perasaan bangga dan lantang jika ditanya tentang pekerjaan orangtuanya. “ Ayah saya adalah juru parkir hebat yang pernah saya temui dan saya bengga mempunyai orangtua seperti bapak dan ibuk saya. Galih sekarang menyadari bahwa selama ini yang dilakukan ayahnya demi kebaikan keluarganya. Beliau tidak pernah menuntut lebih yang terpenting bagi ayahnya adalah melihat keluarganya bahagia hal itu sudah cukup menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Pak Mulyadi.
Sekarang Galih tau jika keringat yang berkucuran demi sebuah koin adalah salah satu bagian yang telah membuatnya sukses seperti saat ini. Bapaknya yang bekerja sebagai juru parkir yang telah membuatnya seperti ini.
Ingatlah berbuat baik tidaklah harus kepada orang lain. Tapi mulailah dari hal yang paling kecil dan sederhana. Berbuat baiklah kepada dirimu, keluargamu, teman kemudian orang lain. Ada pepatah mengatakan ” Berikanlah yang terbaik dari anda, walaupun itu tidak akan pernah memuaskan orang lain…namun demikian, tetaplah memberi yang terbaik”. # Bunda Theresa
Berbuat baik tidak hanya dilakukan ataupun dikerjakan untuk orang – orang yang telah berbuat baik kepada kita. Tapi kita juga harus tetap berbuat baik kepada orang – orang yang telah menyakiti kita. Belajarlah dari kehidupan sebuah pohon. “ Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.” # Abu Bakar Sibli
Buatlah hidupmu untuk selalu berbuat baik kepada sesama. “ Karena Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup. “  # Bediuzzaman Said Nursi.
Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri lebih mudah untuk merasa sedih dan tidak berguna. #Mario Teguh. Jika seseorang tidak mau berbagi dengan sesama maka dia akan sulit mendapatkan suatu kebahagiaan karena jika seseorang dapat memberikan sesuatu yang terbaik kepada orang lain maka dia akan mendapatkan kebahagiaan tersendiri bahkan akan sulit untuk dilupakan.
“ Jangan pernah takut untuk berbuat kebaikan untuk orang lain mulailah dari hal yang paling kecil. Ingatlah terus sebuah kata yang pernah di ucapkan oleh Pak SOEKARNO : Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun.” #Bung Karno


-     SELESAI –





Tidak ada komentar:

Posting Komentar