Disebuah sudut perkampungan yang terletak di daerah Surabaya, hiduplah sebuah keluarga kecil nan sederhana. Keluarga tersebut adalah keluarga Bapak Mulyadi. Keluarga ini terdiri dari bapak Mulyadi yang bertindak sebagai kepala keluarga, sedangkan istrinya bernama BU Wati dan 2 orang anaknya yaitu Galih, dan Wulan. Keluarga ini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar dan sangat sederhana. Mereka hidup dalam kesederhanan dan kadang kala mereka merasa kurang dalam memenuhi kehidupan sehari – hari.
Di suatu sore yang
sangat cerah, Pak Mulyadi tiba dari tempat kerjanya. Yah, tempat dinas pak
Mulyadi adalah disebuah lahan parkir di daerah pertokoan yang tidak jauh dari
tempat tinggalnya. Sesampai dirumah beliau langsung melepas bajunya karena
cuaca hari ini sangat terik dan beliau duduk di lantai. Memang tidak ada
satupun kursi didalam rumah Pak Mulyadi sehingga lantai rumah kontrakan itulah
yang menjadi sofa teristimewa bagi keluarganya.
Tidak lama Pak
Mulyadi menunggu, tiba – tiba Galih membawakan segelas teh manis dan singkong
rebus buatan Bu Wati. Kemudian galih pun duduk bersebelahan dengan Pak Mulyadi.
Dan Galih pun memulai perbincangannya dengan Pak Mulyadi. Galih ingin meminta
uang kepada ayahnya untuk membeli buku soal – soal UNAS. Ya, saat itu memang
Galih sedang duduk dibangku kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan melaksanakan
UNAS.
“ Pak, panjenengan
nopo sampun nggadah arto ? “ ucap Galih yang saat itu sedang duduk di bangku
kelas 3 SMA di salah satu sekolah SMA Negeri di Surabaya.
“ Arep digawe opo maneh toh leh ? “ jawab pak
Mulyadi.
“ Niki loh Pak,
kulo badhe tumbas buku soal – soal damel persiapan UNAS “ tambah Galih.
Kemudian terdengar
suara Bu Wati dari luar rumah petak.
“ Oalah leh – leh, bapakmu iki penghasilanne
pas-pasan tapi awakmu kok njaluk seng aneh-aneh barang, wes gak usah tuku leh.
Nyelang ae marang koncomu “ sahut Bu Wati.
“ Iyo leh, mengko bapak tak ngusahake golek
duit seng akeh ben isok di gawe tumbas buku, lah sampean buk sakjane iku yo
ojok nggunu iki kabeh kan demi Galih pisan mosok sampean pingin nasibe arek –
arek susah podo karo wong tuone ? “ tutur pak Mulyadi.
“ Matur nuwun nggeh pak, Galih janji mboten
nyia-nyiake pengorbanan ibuk kaliyan bapak “ jawab galih dengan sedikit
perasaan gembira.
“ Tapi pak, wong didamel mangan ae susah kok
arep tumbas buku barang regane kan nggeh mboten murah toh ? “ jawab Bu Wati
dengan sedikit tidak rela.
“ Sampun buk
masalah tuku buku iku urusane bapak, ibuk seng akeh dungane ae ben rezekine
bapak akeh. Wes saiki kabeh ndang pada mangkat nang musholla dhisik wes adzan
magrib ikuloh ? jelas pak Mulyadi.
“ Inggih Pak “
sahut anak – anak Pak Mulyadi.
Anak – anak Pak
Mulyadi pun berangkat ke musallah, memang sejak kecil Pak Mulyadi mengajarkan
kepada anak-anaknya untuk rajin pergi ke musallah untuk melaksanakan sholat 5
waktu.
Setelah ba’da
magrib Pak Mulyadi sedang duduk di depan rumah kontrakan sambil melamun memikirkan
tentang permintaan Galih tadi sore. Pak Mulyadi sadar jika penghasilannya saja
pas – pasan dibuat makan saja kadang kekurangan belum lagi biaya sewa rumah dan
juga kebutuhan sehari – hari.
Tapi beliau tidak
mau kelihatan susah dihadapan anak-anaknya. Beliau akan terus bekerja keras
demi keluarganya terutama anak – anaknya karena beliau tidak mau mau jika nasib
anak-anaknya sama dengan bapaknya yang bekerja hanya sebagai juru parkir.
Pokoknya segala cara beliau lakukan demi kebahagiaan anak-anaknya yang penting
semuanya itu halal.
“ Pokoke meneh budhal
isuk – isuk ben rejekiku gak dipatok pitik. Pokok.e meneh kudu kerja keras ben entuk
rejeki seng akeh. Ben isok nyenengno bocah-bocah” guman Pak Mulyadi dalam hati.
“ Pak.e mikir nopo
toh ? ayo dhahar riyen ! kok malah ngelamun wae mengken kesambet loh “ kata Bu
Wati.
“ Inggih buk J “ jawab Pak Mulyadi.
Keesokan harinya
Pak Mulyadi pergi ketempat dinasnya pagi – pagi sekali. Beliau sangat begitu
bersemangat untuk pagi ini. Karena beliau mempunyai suatu tujuan untuk
membahagiakan keluarganya. Mencetak anak-anaknya untuk menjadi anak-anak yang
sholeh dan sholihah dan kelak menjadi anak yang sukses dan hidup bahagia tidak
seperti kedua orang tuanya yang harus membanting tulang demi mendapatkan
sepiring nasi.
Hari ini pertokoan
tempat dinas Pak Mulyadi sangat ramai mungkin ini Karena bertempatan dengan
tanggal muda. Yah biasanya kalo tanggal muda gini banyak orang – orang
berbelanja memenuhi kebutuhan sehari – harinya. Berbeda dengan keluarga Pak
Mulyadi tidak ada pernah ada kamus tentang tanggal muda, setiap hari, setiap bulan
, sampai berganti tahun yang ada hanyalah tanggal yang biasa – biasa saja.
Maklum Pak Mulyadi bukanlah pegawai swasta apalagi pegawai kantor yang bisa
menikmati istilah tanggal muda. Meskipun begini beliau selalu bersyukur meski
kehidupan keluarganya serba pas-pasan tapi keluarganya masih dapat hidup rukun
dan selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Karena pertokoan tempat dinas Pak
Mulyadi sedang ramai alhasil rejeki yang didapat Pak Mulyadi tidak seperti hari
biasanya, tetapi masih terdapat lebihan uang yang bisa digunakan untuk membeli
buku Galih dan memberi tambahan uang saku kepada Wulan.
Eitss, jangan
pernah berfikiran kalo uang sakunya ditambah berarti uang saku Wulan jadi
tambah banyak. Wulan tidak mendapat uang saku seperti kita yang setiap hari
mendapat uang saku dari orang tua kita. Tapi mereka mendapat uang saku jika ada
uang lebihan dari hasil kerja bapaknya.
Jadi kalian harus
bersyukur kalo kalian jauh lebih beruntung dari Galih dan Wulan. Jadi uang
sakunya jangan dihabiskan buat jajan aja, tapi sisihkanlah untuk berbagi kepada
sesama yang jauh lebih membutuhkan kalo gak mau ya ditabung sajalah untuk bekal
masa depan. Pokoknya manfaatkan uang sakumu sebaik – baiknya terlebih lagi untuk
hal – hal yang penting dan bermanfaat J. Ingatlah kalo uang saku tersebut adalah hasil kucuran
keringat kedua orang tuamu atau mungkin kucuran dari keringatmu sendiri.
Setelah bekerja
seharian akhirnya Pak Mulyadi pulang ke rumahnya dan disana Galih sudah
menunggu bapaknya mungkin karena dia hendak menanyakan uang untuk membeli buku.
Belum sampai masuk rumah Galih pun bertanya kepada bapaknya tentang
permintaannya tadi malam.
“ Pak, pripun
gawene niku wau ? angsal rejeki katah nopo mboten ? “ Tanya Galih dengan penuh
rasa ingin tau.
“ Alhamdulillah leh
dino iki rejekine bapak lancar, onok lebihan duit kanggo mbayar buku ambek
jajane adikmu “ jawab pak Mulyadi.
“ Alhamdulillah,
matur nuwun nggeh pak “ jawab Galih dengan perasaan gembira.
Semua rejeki
datangnya dari Allah SWT, memang terkadang kita tidak pernah menyadari
datangnya suatu rejeki. Semua rejeki sudah diatur oleh-Nya tugas kita hanyalah
berusaha, berdo’a, bersyukur dan selau berbuat baik kepada sesama untuk
mendapatkan rejeki tersebut.
Taukah kamu sebuah
kata bijak mengatakan “ Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan kebajikan
yang terbesar, melainkan merupakan pula induk segala kebajikan yang lain. –
Cicero “
Jika kita mampu
mensyukuri atas apa yang kita dapatkan, maka Allah akan menambah nikmat
tersebut. Pak Mulyadi adalah seorang juru parkir yang dia sendiri menyadari
betapa payah hidupnya untuk menafkahi keluarganya tapi beliau tidak pernah
mengeluh tapi beliau malah bersyukur atas apa yang beliau terima. Beliau selalu
memberikan yang terbaik kepada keluarganya terutama kepada kedua anaknya.
Keesokan paginya Galih
pun membeli buku yang dia inginkan. Galih adalah pelajar yang selalu berusaha
belajar dengan keras. Dia ingin membuktikan jika dia mampu menjadi yang lebih
baik jauh lebih baik dari kedua orangtuanya. Galih ingin menjadi seorang siswa
yang mempunyai nilai UNAS terbaik tingkat nasional oleh sebab itu dia selalu
belajar dengan rajin dan sungguh - sungguh serta tidak pernah lupa untuk
berdo’a. Dia tidak pernah menjadikan kekurangan keluarganya sebagai alasan untuk
bermalas-malasan tapi dia malah terus berpacu untuk meraih semua impiannya.
Galih adalah seorang anak juru parkir yang memiliki sebuah cita – cita untuk
menjadi seorang penulis yang hebat. Yah, dia memang sangat jago dengan hal –
hal yang berhubungan dengan kata – kata Tu bahasa. Galih sangat berminat dengan
jurusan sastra oleh sebab itu dia ingin sekali melanjutkan kuliah jurusan
sastra jika dia sudah lulus SMA.
Tidak hanya Galih
saja yang memiliki cita – cita yang tinggi tapi Pak Mulyadi juga memiliki
sebuah cita – cita mulia. Beliau menginginkan jika anak-anaknya kelak bisa
menjadi seorang sarjana. Tapi pemikiran Pak Mulyadi tidak pernah mendapatkan
dukungan dari Bu Wati.
“ Buk, aku pingin
sesok arek-arek isok dadi sarjana kabeh “. Guman Pak Mulyadi.
“ walah pak – pak,
sampean niku kok mesti aneh-aneh. Sampean ikuloh pun dirasani tiyang-tiyang.
Wong mek juru parkir uripe susah pisan kok ngimpi seng muluk-muluk” umpat Bu Wati.
“ opo seh buk,
sampean kok mesti ngereken omongane wong – wong. Mbok yo.oh sampean iku percaya
karo bapak. Arek- arek iku pinter pasti lak kuliah jalarane seng nulung iku
akeh buk. Gusti Allah iku gak turu pasti Gusti Allah iku nulung awak dewe
pokok.e awak dewe iki tugase mung berusaha karo ndungo tok” jawab pak Mulyadi.
“ ealah, pak – pak
sembarang wes mesti yen ibuk seng ngomong gak tau di gateakke ” jawab Bu Wati
dengan kesal.
Meraih sebuah cita
– cita dan impian bukanlah hal yang mudah melainkan butuh sebuah proses yang
begitu panjang. Adakalanya jalan yang kita lalui tidak semulus yang kita
inginkan terkadang terdapat kerikil kecil serta jalan licin. Hambatan tidak
hanya berasal dari orang lain tetapi hambatan dan tantangan yang besar adalah
bersumber dari diri kita sendiri. Berusaha seperti filosofi sebuah BOLA
PINGPONG “ semakin di tekan maka dia akan meloncat lebih tinggi ‘. Begitu
dengan setiap hambatan dan tantangan yang kita dapatkan semakin kita mendapat
cacian, ataupun tidak mendapat dukungan dari sekitar kita. Kamu teruslah
berusaha dan tunjukan jika kamu mampu meraih semua itu meskipun tidak ada
seorang pun yang mau mengakui jika kamu mempunyai suatu kemampuan.
Seorang yang
mengalami tantangan dan hambatan pasti akan melewati 2 fase antara SUKSES atau
GAGAL. Jika kau mengalami kegagalan jangan pernah berhenti pada titik
kegagaalan tapi teruslah maju untuk mendapatkan suatu kesuksesan. Taukah kamu,
orang yang ada di dunia ini mendapatkan suatu kesuksesan tidak hanya melewati
satu kali kegagalan melainkan berkali-kali bakan beribu-ribu kegagalan. Toh,
bukankah KESUKSESAN itu adalah HAK SEMUA ORANG. Tanpa harus memandang gender,
ras , suku bangsa, ataupun agama.
Dan ketika disuatu
malam yang bisa dibilang sih begitu sunyi , maklumlah habis turun hujan.
Keluarga Pak Mulyadi ini sedang makan malam setelah selesai kemudian mereka
berkumpul bersama. Tiba – tiba Wulan menangis. Ternyata dia menangis karena dia
malu kepada teman – teman sekolahnya. Tiap hari dia diejek dan dihina. Hanya
satu orang saja yang mau berteman dengan dia. Dia menangis karena dia malu hanya
seorang anak juru parkir.
Tidak sepantasnya
seorang anak merasa malu dengan pekerjaan orang tuanya seharusnya seorang anak
harus bangga selagi pekerjaan itu halal dan bermanfaat bagi sesama khususnya
untuk keluarganya.
“ Pak, njenengan niku
nopo.oh kok nyambut damel dados tukang parkir ? “ Tanya wulan.
“ Bapak iku wes
sepuh nduk, golek pengawean nang Surabaya iku ya ora gampang opo maneh bapakmu
iki mung tamatan SD. Onok opo toh nduk ? “ Heran Pak Mulyadi
“ Kulo iku isin pak
kale arek – arek, yen ten sekolah kulo niku mboten nggadah rencang gara – gara
kulo anak.e tukang parkir uripe susah pisan “ ujar Wulan dengan lancang.
“ Ya Allah
nduk-nduk kowe isin tah karo bapakmu ? bapak iku gak nyolong nduk. Bapak iki
kerjo halal ben isuk moleh sore dadi tukang parkir iku ya digawe sampean karo
keluarga. “ jawab Pak Mulyadi dengan sedikit perasaan kecewa.
“ Dek sampean iku
gak oleh nggunu iku, sek untung bapak iku dadi tukang parkir. Piye yen ora kerjo.
Bakalan mangan opo awak dewe ? yen nyawang iku ojok ndukur ae dek tapi nyawang
seng nang nisore awak dewe ben sampean isok bersyukur maring Gusti Allah “
sahut Galih.
“ Masio bapakmu iku ora pinter tapi bapak iki
pingin nduk anak – anak.e pinter ben uripe ora susah koyok bapak. Bapak njaluk
sepura yen selama iki bapak during isok gawe keluarga iki seneng “ jawab Pak
Mulyadi dengan penuh rendah hati.
“ Sampun pak pun
mboten usah diterusaken “. Sahut Bu Wati.
Setelah percakapan
itu suasana rumah mendadaak berubah menjadi hening tidak ada satu anggota
keluargapun yang berbicara semuanya diam. Semuanya beraktifitas sendiri –
sendiri dan hari telah larut malam akhirnya keluarga Pak Mulyadi terlelap dalam
dunia mimpi mereka.
Sang fajar pun telah
terbit menghangatkan dunia pagi ini. seperti biasa Pak Mulyadi berangkat ke
tempat dinasnya, Galih dan Wulan berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki
sedangkan Bu Wati mengurusi rumah tangganya dan kadang – kadang Bu Wati
mengambil cucian orang – orang disekitar tempat tinggalnya. Bu wati memang
seorang buruh cuci meskipun penghasilannya tidak seberapa tapi penghasil beliau
sedikit membantu suaminya untuk kelangsungan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Ketika di lahan
parkir tidak seperti biasanya Pak Mulyadi berdiam diri seperti ada sesuatu yang
sedang beliau fikirkan. Mungkin saja beliau sedang memikirkan perkataan Wulan
tadi malam. Tiba – tiba teman seprofesi Pak Mulyadi menghampiri beliau dengan
sedikit mengagetkan pak Mulyadi.
“ Pak, lagi mikir
nopo ? tumben kok ngelamun “ Tanya teman Pak Mulyadi.
“ Iki loh pak aku
iki bingung mari iki unggah-unggahan kelas. Galih wayah.e lulus. Aku pingin yen
Galih tetep kuliah tapi saiki aku bingung isok entuk biaya soko ngendi. Kuliah
kan yo ora murah. “ curhat Pak Mulyadi.
“ Oalah pak – pak
sampean iku kok soro-soro wong cilik koyok awak dewe iku ora pantes kuliah
mending mari lulus SMA galih iku ngolek kerjoan ben isok ngurangi bebane
sampean. Lak Galih kuliah uripe sampean tambah susah ! “ terang teman Pak
Mulyadi.
“ Hmm, ora isok
ngunu pak. Pokok.e Galih kudu kuliah. Piye carane pokok.e kudu dadi sarjana lan
dadi wong seng sukses gak koyok bapak mung dadi tukang parkir. “ jawab Pak
Mulyadi dengan tegas.
“ Ealah pak, sak
karep.e sampean wong cilik kok ngimpi dukur – dukur lak ceblok loro loh
pak” jawab teman pak Mulyadi sambil
meninggalkan pak Mulyadi sendiri.
Pak Mulyadi tidak
habis fikir kenapa semua orang tidak mendukung kemauan beliau termasuk istrinya
sendiri. Tapi semua ini tidak menyurutkan niat Pak Mulyadi untuk menyekolahkan
anak – anaknya hingga menjadi seorang sarjana meskipun harus mengeluarkan biaya
dari hasil menjadi juru parkir. Beliau semakin yakin bahwa semakin banyak orang
yang menentang beliau maka keberhasilan itu semakin dekat dengan genggamannya.
Dan beliau ingin membuktikan jika anak juru parkir pun berhak menjadi sarjana
dan meraih sebuah KESUKSESAN.
Melihat detik –
detik menjelang UNAS sudah didepan mata dan kelulusan Galih sudah semakin
dekat. Pak Mulyadi terus bekerja keras mengumpulkan biaya untuk bekal Galih
masuk universitas dan biaya sekolah Wulan. Beliau bekerja dari pagi hingga sore
kemudian pulang dan setelah magrib balik lagi ke tempat dinasnya. Semua itu
beliau lakukan setiap hari beliau melakukannya dengan ikhlas dan demi kebaikan
anak – anaknya dan keluarga serta masa depan yang cerah. Tidak lupa juga beliau
selalu beribadah kepada Allah misalnya melaksanakan sholat tahajjud setiap
malam. Beliau yakin jika usahanya ini akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan
apa yang beliau impikan.
Seperti sebuah
pepatah mengatakan : Seseorang yang optimis akan melihat adanya
kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka
dalam setiap kesempatan. Jadi jangan jadikan tantangan itu sebagai sebuah
hambatan tapi lihatlah bahwa tantangan itu adalah sebuah jembatan untuk meraih
sebuah kesuksesan.
Tidak hanya Pak
Mulyadi saja yang bekerja keras untuk meraih impiannya tetapi anaknya Galih
juga belajar ekstra keras untuk memdapatkan hasil UNAS yang baik. Di setiap
langkahnya dia selalu membayangkan kucuran keringat yang menetes dari tubuh
bapaknya. Betapa besar pengorbanan kedua orangtuanya. Dia ingin menjadi lulusan
terbaik disekolahnya dan dapat melanjutkan studinya. Meski didalam benaknya
masih terbesit sebuah keraguan apakah dia bisa melanjutkan studi ke jenjang
yang lebih tinggi.
Sampai sekarang dia
belum berani mengutarakan pendapatnya kepada orangtuanya karena dia sadar jika
keluarganya bukanlah orang yang berada. Tetapi dia melakukan semua ini demi
kebahagiaan orang tuanya juga. Tanpa dia sadari ternyata ayahnya juga
menginginkan jika Galih dan Wulan bisa menlanjutkan studi ke jenjang yang lebih
tinggi.
Hingga di suatu
malam, ketika selesai makan. Galih mengutarakan keinginananya dengan sedikit
ragu – ragu dan perasan takut. Tetapi bagi Galih ini harus segera dia sampaikan
kepada keluarganya.
“ Pak – buk, kulo
badhe ngendikan yen mengken sak sampunipun kulo lulus SMA kulo pingin nerusaken
kuliah. Kinten – kinten angsal nopo mboten ? “ Tanya Galih ragu – ragu.
“ Loh leh iku apik,
iyo pokok.e awakmu kudu lanjut kuliah. Masalah biaya iku bapak seng ngurus “
jawab Pak Mulyadi dengan penuh percaya diri.
“ Hmm, sak niki
ngomong gampang pak. Tambah suwe urip iku tambah susah. Tambah angel nggolek
pangan. Wes leh gak usah kuliah mending kerja ngewangi bapakmu “ sahut Bu Wati.
“ Gak buk, pokok.e
bapak ora setuju. Galih kudu kuliah masio sesuk yen wayah.e Wulan, de.eh yo
kudu kuliah. “
“ Wes sak karepe
sampean pak. Pokok.e lak susah ibuk mboten nderek-nderek”.
Akhirnya keinginan
Galih pun disetujui oleh orangtuanya, meskipun ibunya sedikit keberatan. Tapi
itu tidak menjadi sebuah masalah. Dan seminggu lagi UNAS akan dilaksanakan hari
– hari Galih diisi dengan belajar dan beribadah memohon kelancaran dan
mendapatkan hasil yang terbaik.
Beberapa bulan
kemudian ….
UNAS pun telah
berhasil Galih lalui dengan lancar dan tanpa hambatan. Dia hampir tidak
menemukan kesulitan didalam mengerjakan soal – soal UNAS. Dia percaya semua
kelancaran ini berkat do’a orangtuanya dan kerja keras dari dirinya dan semua
ini tidak akan terjadi tanpa adanya izin dari Yang Maha Kuasa. Pengumuman hasil
UNAS pun telah tiba dan Galih merupakan peraih nilai UNAS tertinggi di
sekolahnya. Kedua orangtuanya pun bangga dan menangis bahagia, Mereka tidak
menyangka jika Galih mendapat nilai tertinggi.
“ Leh selamat ya,
sampean iku pancen jagoane bapak ‘ kata pak mulyadi dengan penuh bahagia.
“ Inggih pak, matur
nuwun niki kan nggeh berkat dunganipun bapak kaliyan ibuk “ jawab Galih.
“ Iyo leh, ibuk
bangga karo sampean “ kata Bu Wati penuh haru.
Berkat kerja
kerasnya Galih mendapatkan uang tabungan dari sekolahnya. Uang ini sangat
bermanfaat bagi Galih untuk tambahan biaya masuk perguruan tinggi. Beberapa
bulan setelah pengumuman kelulusan, pendaftaran SNMPTN pun dilaksanakan serentak
diseluruh Indonesia. Galih pun mengikuti tes di salah satu Perguruan Tinggi Negeri
ternama di Surabaya atas kemauannya dan dorongan dari ayahnya. Galih mengambil
jurusan S1 Sastra Bahasa Indonesia sesuai dengan minat dan bakatnya.
Memang ya ! yang nama
kerja keras, usaha dan do’a itu memang tak bisa terkalahkan. Buktinya Galih di
terima menjadi mahasiswa di Perguruan Tinggi Negeri tersebut. Dan betul seperti
yang dijanjikan ayahnya masalah uang tidaklah menjadi sebuah hambatan. Taukah
anda dengan pepatah : Setiap ada kemauan disitu pasti ada jalan. Entah dari
mana biaya tersebut setiap Galih bertanya pada bapaknya selau beliau tidak menjawab.
Kamu tidak perlu tau ini urusan bapak, yang penting sekarang urusanmu hanya belajar
yang benar dan sungguh - sungguh. Dan jangan pernah menyia – nyiakan perjuangan
orang tuamu.
Hari berganti hari,
bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Keluarga Pak Mulyadi tetaplah
keluarga yang hidup dalam kesederhanaan. Pak Mulyadi tetaplah seorang juru
parkir. Biaya kuliah Galih berasal dari hasil dia mengajar di bimbingan dan
hasil keringat kedua orangtuanya. Sekarang Galih telah menyelesaikan S1-nya dan
dia telah membuat Pak Mulyadi dan keluarganya menjadi bangga dan dia mampu
menunjukan jika anak juru parkir juga bisa menjadi seorang sarjana semua itu
tergantung niat dan kemauan orang tersebut.
Seperti yang pernah
dikatakan oleh Pak Mario Teguh : Kita semua ini adalah orang orang yang
memiliki kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana kita mengoptimalkan
potensi kelebihan kita dan meminimalkan kekurangan kita.
Sekarang Galih
telah menjadi seorang penulis yang hebat. Dia telah merubah kehidupan
keluarganya sekarang keluarganya telah hidup berkecukupan, tapi hal ini tidak
menjadikan Pak Mulyadi berfikir untuk pensiun sebagai juru parkir. Beliau
menganggap jika menjadi juru parkir sudah menjadi bagian dalam hidupnya.
Di dalam benak Pak
Mulyadi beliau selalu berfikir bahwa setiap pekerjaan adalah suatu hal yang
berkaitan dengan ibadah. Apapun pekerjaan kita dedikasikan semuanya untuk untuk
beribadah dan untuk berbuat baik kepada orang lain terutama untuk diri kita dan
keluarga kita. Bekerja adalah suatu perintah dari nabi. Sehingga beliau sulit
untuk melepas “ juru parkirnya “ tersebut. Karena bagi beliau pekerjaan ini
telah berjasa kepada keluarganya.
Disuatu hari Galih
melaunching bukunya di sebuah mall yang cukup ternama. Disitu tampak hadir keluarganya
yaitu Pak Mulyadi , Bu Wati dan Wulan. Wulan yang saat itu menjadi salah satu
mahasiswi jurusan psikologi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya.
Acara ini juga dihadiri beberapa wartawan dan para penggemarnya.
Disela – sela acara
terdapat sesi tanya jawab kemudian beberapa wartawan mengajukan pertanyaan :
“ Mas Galih
siapakah orang yang telah menginspirasi Anda hingga menjadi seperti ini ? “
Tanya wartawan.
“ Yang telah
menjadi inspirasi saya adalah bapak dan ibu saya beliaulah yang selalu menberi
semangat dan do’a untuk saya. Dan orang – orang yang telah memandang sebelah
mata mimpi saya dan bapak saya. “ jawab Galih.
“ Mas Galih gimana
sih ceritanya kok sampai mas Galih bisa seperti ini ? “
“ ceritanya sangat
panjang mas kalo di certain bakalan kelar 1 minggu lagi nih J. Pasti kan didalam menitih sebuah mimpi
ataupun karir selalu ada yang namanya suka duka, hambatan ataupun tantangan.
Dan cuma ada 2 pilihan untuk kita antara SUKSES dan GAGAL. Saya hanya berfikir
: Jangan
pernah takut pada kegagalan, terkadang
kegagalan adalah awal dari kesuksesan. Kita hanya perlu sedikit bersabar, dan
mencobanya kembali. Dengan begitu saya tidak pernah takut untuk mengalami
sebuah kegagalan karena setelah gagal pasti ada yang namanya sukses ! “ terang
Galih.
“ Mas Galih kalo
boleh tau apa pekerjaan orangtua Anda ? “.
“ Ibu saya adalah
buruh cuci, sedangkan Bapak saya hanya
juru parkir “.
Ketika mendengar
kata – kata “ hanya “ raut wajah Pak
Mulyadi mendadak berubah. Beliau merasa jika sekarang pekerjaannya tidak
bernilai dihadapan Galih. Padahal juru parkir juga mempunyai andil untuk
kesuksesannya.
“ Tuh kan pak,
bapak dengar sendiri toh ? sekarang dia lupa dengan pengorbanan bapak yang dari
pagi sampai malam banting tulang buat dia. Eh, sekarang memandang sebelah mata.
Ibu ndak nyangka ! “ ucap Bu Wati yang sedikit jengkel.
“ Sudah buk, Bapak
tidak terlalu memikirkan hal itu yang terpenting buat bapak adalah memberikan
yang terbaik buat keluarga bapak. Mungkin dia tidak sadar mengatakan hal itu.
Sebernarnya dia anak yang baik kok buk. “ jawab Pak Mulyadi dengan sabar.
Pak Mulyadi adalah
sesosok orang yang selalu berbuat baik dan memberikan yang terbaik tetapi
beliau tidak pernah menginginkan sebuah pengakuan. Hal yang sebetulnya dapat
dijadikan sebuah contoh yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari – hari.
Seperti kata – kata
orang bijak “ Jangan pernah bertanya apa yang telah orang lain berikan
kepadamu, tapi bertanyalah apa yang telah kamu berikan kepada orang lain “
berbuat baiklah dengan penuh ketulusan dan ikhlas sehingga kamu dapat
mendapatkan manfaatnya.
Setelah acara
launching selesai tiba – tiba Wulan langsung menghampiri Galih. Dengan raut
wajah kecewa dan ingin marah.
“ Aku kecewa sama
mas, kasian bapak mas. Kamu dulu nasihatin aku apa? sekarang mas yang kayak
gitu “ pergi meninggalkan Galih.
Pak Mulyadi, Bu
wati dan Wulan pun pulang ke rumah duluan. Sesampai di rumah Pak Mulayadi pun
mengambil baju dinasnya dan pergi ke pertokoan tempat Pak Mulyadi dinas dengan
tujua untuk menghibur dirinya.
Berbeda dengan
Galih dia masih tampak kebingungan dengan yang dikatakan adiknya tadi. Dia
terus berfikir kesalahan apa yang telah dia lakukan hingga adeknya begitu marah
kepadanya. Dia pun pulang ke rumah dan kali ini dia melewati pertokoan tempat
bapaknya bekerja. Tiba – tiba terdengar suara rem mobil begitu keras.
Citttttt,,,,
ternyata itu suara mobil yang hampir menabrak 2 orang penyebrang. Kemudian
Galih turun untuk melihatnya. Alhasil ternyata salah satu korbannya adalah
bapaknya. Pak Mulyadi tidak luka sedikit pun tapi beliau malah mengambili uang
koin hasil bekerja yang tercecer dijalan raya. Kemudian Galih menghampiri
bapaknya sambil memegang tangan Bapaknya.
“ Pak, sudah
biarkan tidak usah dipungutin. Liat itu tadi bapak sudah hampir tertabrak.
Mulai besok bapak mending berhenti jadi juru parkir. Penghasilan Galih masih
cukup pak buat biaya hidup keluarga kita “ ucap Galih dengan tegas.
“ Galih, meskipun
sekarang kamu sudah hidup berkecukupan tapi uang koin ini sangat berharga buat
keluarga kita. Kamu ingat ? koin ini yang membuatmu seperti ini. Jangan pernah
meremehkan koin ini nak. Jangan sampai kesuksesanmu ini membuatmu lupa akan
asalmu nak “ jawab Pak Mulyadi
Tiba – tiba Galih
sadar dengan kata – kata Wulan tadi. Mungkin ini yang membuat adiknya marah
kepadanya..
“ Maafkan Galih
pak, Galih sudah terlena dengan semua ini. Galih minta maaf dengan perkataan
Galih ketika acara launching tadi, saya sudah memandang perjuangan bapak
sebelah mata. Galih khilaf pak “ ucap Galih dengan penuh penyesalan.
“ Iya nak, bapak
paham betul dengan kamu. Pasti kamu tidak akan melakukan hal seperti itu “
Sejak kejadian ini
Galih selalu menjawab dengan perasaan bangga dan lantang jika ditanya tentang
pekerjaan orangtuanya. “ Ayah saya adalah juru parkir hebat yang pernah saya
temui dan saya bengga mempunyai orangtua seperti bapak dan ibuk saya. Galih
sekarang menyadari bahwa selama ini yang dilakukan ayahnya demi kebaikan
keluarganya. Beliau tidak pernah menuntut lebih yang terpenting bagi ayahnya
adalah melihat keluarganya bahagia hal itu sudah cukup menjadi kebahagiaan
tersendiri bagi Pak Mulyadi.
Sekarang Galih tau
jika keringat yang berkucuran demi sebuah koin adalah salah satu bagian yang
telah membuatnya sukses seperti saat ini. Bapaknya yang bekerja sebagai juru
parkir yang telah membuatnya seperti ini.
Ingatlah berbuat
baik tidaklah harus kepada orang lain. Tapi mulailah dari hal yang paling kecil
dan sederhana. Berbuat baiklah kepada dirimu, keluargamu, teman kemudian orang
lain. Ada pepatah mengatakan ” Berikanlah yang terbaik dari anda, walaupun
itu tidak akan pernah memuaskan orang lain…namun demikian, tetaplah memberi
yang terbaik”. # Bunda Theresa
Berbuat
baik tidak hanya dilakukan ataupun dikerjakan untuk orang – orang yang telah
berbuat baik kepada kita. Tapi kita juga harus tetap berbuat baik kepada orang
– orang yang telah menyakiti kita. Belajarlah dari kehidupan sebuah pohon. “
Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi jalan dan
dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah.” # Abu Bakar Sibli
Buatlah
hidupmu untuk selalu berbuat baik kepada sesama. “ Karena Seseorang yang
melihat kebaikan dalam berbagai hal berarti memiliki pikiran yang baik. Dan
seseoran yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan kenikmatan dari hidup.
“ # Bediuzzaman Said Nursi.
Orang yang hidup
hanya untuk dirinya sendiri lebih mudah untuk merasa sedih dan tidak berguna.
#Mario Teguh. Jika seseorang tidak mau berbagi dengan sesama maka dia akan
sulit mendapatkan suatu kebahagiaan karena jika seseorang dapat memberikan
sesuatu yang terbaik kepada orang lain maka dia akan mendapatkan kebahagiaan
tersendiri bahkan akan sulit untuk dilupakan.
“ Jangan pernah
takut untuk berbuat kebaikan untuk orang lain mulailah dari hal yang paling
kecil. Ingatlah terus sebuah kata yang pernah di ucapkan oleh Pak SOEKARNO : Apabila di dalam diri
seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka
jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan
selangkah pun.” #Bung Karno
-
SELESAI –
Tidak ada komentar:
Posting Komentar